Postingan

Menampilkan postingan dari 2017

Siapa bilang ga mau maju

Tulisan saya di bloger yang nyeritain peristiwa ojek online yang di tumpangin teman saya dicegat sama orang-orang opang udah gue hapus. Takutnya ntar yang baca malah negatif thinking banget sama opang. Aku ki wes pernah ngomong, dalam konflik itu udah ga ada istilah victim sama villian. Semua sama-sama sakit. Pun termasuk konflik ojek online sama opang. Saya mungkin perlu mengistighfari lintasan pikiran saya yang kesel pengen bilang: “orang-orang kurang wawasan yang ditinggal zaman” Segala bentuk sweeping kayak gini adalah bentuk perlawanan karena ngerasa nggak ada pilihan. Wawasan, pola pikir, dan apa yang kita alami sehar-hari itu membentuk mentalitas. Dan temen-temen yang melawan ini mungkin sehari-harinya emang biasa dihadapkan pada kondisi ga punya pilihan atau pilihan yang ga pernah berpihak kepada mereka. Maka setiap perubahan itu jadi terasa akan membunuh mereka. Mental ini juga yang ngebuat mereka suka menggunakan uang utk kenikmatan instan etc etc… Pas ngobrolin k

Menulis Bisa Dikatakan Sebagai Sebuah Alat

       Di dalam menulis, entah menulis artikel, novel, diary, atau menulis apapun itu, kata kata, frasa, idiom, segala kenampakan bahasa dikumpulkan. Disusun, diatur, bahkan justru bisa juga diacak acak, dihilangi nilai keindahan dan fungsi per kata hanya untuk membentuk suasana. Memang, menulis adalah satu bagian sastra yang sangat jujur dan representatif. Saat manusia gamang dalam berfikir ataupun bertindak, pasti selalu ada spasi jeda yang diambil manusia untuk berfikir ulang, menyingkap kemungkinan kemungkinan, menduga duga, bahkan ada juga hanya sekedar bernafas dan menyulut rokok. Menulis sebagai sebuah kendaraan, memberi hak dan kuasa penuh untuk ditunggangi sesuai kepentingan individu masing masing. Ada yang bermain main dengan lingkup politik, sarkastik, kritik komunal, pemberontakan, bahkan pencarian nilai nilai baru.         Menulis memang memberi satu wacana yang menyenangkan bagi orang orang yang peka. Tak ada yang perlu dipermasalahkan mengenai kaidah dan tata cara m

Cerita Ada Apanya

Pagi itu, Saya dan teman-teman berencana untuk menghadiri seminar Nasional di sebuah tempat di kampus. Sambil menunggu seminar dimulai, saya pergi dulu ke warung untuk membeli sebatang rokok. Saya nyalakan rokok itu di warung, lalu saya bawa ke kampus sambil kuhisap. Sesampainya di kampus, seminar sudah dimulai. Tapi, rokokku masih menyala. Kuhabiskan dulu sebelum bergabung. Tak lama, rokoku habis. Lantas saya pun bergabung bersama teman-teman. Akibat merokok, tenggorokan ku kering. Saya pun bertanya pada teman-teman pria, adakah yang membawa air? Namun, tiada satupun yang membawa. "Ada nih." Kata salah seorang temanku. Kalau gak salah, dia itu perempuan. Soalnya saya naksir. Nama perempuan itu.. Saya lupa siapa namanya. Lebih tepatnya, pura-pura lupa. "Habisin aja." Perintahnya. "Beneran?" Saya berbasa-basi. "Iya." Jawabnya. Wajar saja bila ia menyuruhku untuk menghabiskan air itu. Pasalnya, airnya tinggal sedikit. Tak lebih dari s

Mari perbaiki diri sendiri dulu

Ini kisah nyata. Maka, hal pertama yang harus kita lakukan adalah 'percaya' bahwa, apa yang saya tulis ini adalah sebuah kisah nyata. Malam tadi, sepulang kerja saya kebetulan mampir di salah satu Masjid  di kota Boyolali guna menunaikan sholat maghrib, di situ saya berjumpa dengan seorang kawan lama. Saya biasa memanggil beliau dengan sebutan "akang". Lama tak jumpa, ternyata sudah banyak sekali perubahan yang melekat pada dirinya. Perubahan yang sangat-sangat luar biasa bagi saya. Mungkin jika di tulis dalam satuan derajat, boleh jadi perubahan si akang mencapai angka 180 derajat... Logikanya begini. Kami pernah berkecimpung dalam dunia yang sama. Apabila amalan-amalan seperti: bermain perempuan, mabuk-mabukan, pasang anting di telinga, mengenyampingkan ibadah dan lain sebagainya dapat dikategorikan sebagai tindakan "nakal", maka sungguh, itu artinya, saya tahu nakalnya dia, dan dia juga tahu nakalnya saya seperti apa. (Tapi saya tidak termasuk dari be

CINTA LELAKI BIASA

CINTA LELAKI BIASA (Asma Nadia - True Story) Menjelang hari H, Nania masih saja sulit mengungkapkan alasan kenapa dia mau menikah dengan lelaki itu. Baru setelah menengok ke belakang, hari-hari yang dilalui, gadis cantik itu sadar,  keheranan yang terjadi  bukan semata miliknya, melainkan menjadi milik banyak orang; Papa dan Mama, kakak-kakak, tetangga, dan teman-teman Nania. Mereka ternyata sama herannya. Kenapa? Tanya mereka di hari Nania mengantarkan surat undangan. Saat itu teman-teman baik Nania sedang duduk di kantin menikmati hari-hari sidang yang  baru saja berlalu. Suasana sore di kampus sepi. Berpasang-pasang mata tertuju pada gadis itu. Tiba-tiba saja pipi Nania bersemu merah, lalu matanya berpijar bagaikan lampu neon  limabelas watt. Hatinya sibuk merangkai kata-kata yg barangkali beterbangan di otak melebihi kapasitas. Mulut Nania terbuka. Semua menunggu. Tapi tak ada apapun yang keluar dari sana. Ia hanya menarik nafas, mencoba bicara dan? menya